Dan jawaban favorit saya adalah, "Beloooommmm.. Mau bantuin gaaakk?"
Haha. Akhirnya merasakan juga keresahan para istri yang ditanya "Kapan isi?", "Kok belom hamil juga?"
Yaudahlah ya, kehamilan kan urusan nyawa dan itu udah urusan Allah. Yang jelas kapan dikasih Insya Allah saya dan suami siap sedia.
Kegalauan pengen punya anak cepet sebenernya udah dirasain dari H+1 nikah. Wedeeee.. Tapi, dari sebelum nikah sampai sekarang kami sama sekali belum melakukan cek kesehatan. Jadi kita gak tau tuh apakah saya ada penyakit semacam kista atau tokso, terus suami kondisi spermanya gimana, dan bagaimana kesuburan kami berdua. Terus rada nyesel juga sih kenapa gak langsung dicek aja dari dulu. Kalo sekarang udah males. Rrrrr..
Sebenernya waktu itu ada kejadian. Jadi kira-kira H+5 setelah nikah, setelah melakukan hubungan suami-istri, tiba-tiba aja vagina saya mengeluarkan darah. Padahal selaput dara saya sudah robek dan berdarah H+1 menikah. Hal ini terjadi sampai beberapa hari setelahnya. Saya coba googling untuk mencari tau hal ini, dan saya temukan artikel berikut:
Perdarahan setelah berhubungan seksual atau Post Coital Bleeding dapat terjadi karena beberapa alasan. Perdarahan pasca berhubungan seksual juga dapat terjadi karena adanya erosi di vagina dikarenakan baru pertama kali berhubungan atau berhubungan seksual belum terlalu sering sehingga vagina masih sempit, akibatnya penetrasi (penis masuk ke vagina), terutama bila wanita masih belum penuh terangsang dapat menyebabkan gesekan yang mengakibatkan luka atau lecet.
Beberapa penyebab lain dari perdarahan pasca berhubungan seksual adalah :
- Peradangan pada serviks (leher rahim) dimana hubungan seksual dapat menyebabkan perdarahan. Kondisi ini disebut dengan erosi serviks, umum terjadi pada wanita muda, wanita hamil, dan mereka yang memakai kontrasepsi pil
- Polip serviks atau polip rahim. Umumnya polip ini jinak
- Infeksi oleh klamidia, gonorea, trikomonas, dan jamur (Infeksi Menular Seksual)
- Vaginitis atropi yang umum terjadi karena kekurangan hormon estrogen, terutama pada wanita post menopause
- Kurangnya lendir pada vagina menyebabkan hubungan seksual menjadi nyeri dan dapat terjadi perdarahan
- Kanker leher rahim
- Displasia serviks. Perubahan pre-kanker pada kanker leher rahim
- Resiko meningkat dengan riwayat infeksi seksual sebelumnya, berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun, melahirkan anak sebelum usia 16 tahun
- Mioma rahim yaitu tumor jinak yang berasal dari dinding otot rahim
Saya coba periksakan ke dokter karena saya khawatir jangan-jangan saya kena kanker serviks. Setelah dicek, ternyata kata dokter ada polip kecil di mulut vagina saya. Namun hal itu bisa diatasi dengan tindakan dokter dan saya tidak perlu takut susah punya anak karena letaknya bukan di dalam rahim. Saat itu juga dokter melakukan tindakan dengan 'mengambil' polip tersebut. Vagina saya dimasukkan semacam alat untuk memeriksa bagian dalam vagina. Rasanya sakiiiiittt banget 'diobok-obok' secara brutal. Kayak diperkosa.
Setelah pemeriksaan, dokter ngasih obat berbentuk pil yang ukurannya kira-kira sebesar kelingking yang harus dimasukkan ke vagina. Obat ini sebelumnya harus dimasukkan ke kulkas biar dingin. Karena ketika dimasukkan ke vagina, obat tersebut mencair dan -selain sakit- rasanya panaaaaassss. Selain itu saya dan suami harus "berpuasa hubungan suami istri" sampai obat tersebut habis. Setelah obat tersebut habis dan saya tidak mengeluarkan darah lagi, saya check up lagi ke dokter. Kata dokter saya masih mengeluarkan flek dan harus "puasa" lagi dan memakai obat yang dimasukkan ke vagina itu lagi.
Keluar dari ruangan dokter, kontan aja saya nangis. Pertama, sebagai istri saya merasa gak bisa melayani suami saya dalam waktu yang lama. Kasian juga dia udah seminggu lebih nahan "puasa". Kedua, gimana saya mau hamil kalo disuruh puasa terus?! Kapan punya baby-nya?!
Tapi waktu itu suami saya menenangkan saya dengan kalimat saktinya, "Tenang Neng, kita baru 2 minggu nikah. Bukan 2 tahun! Yang udah bertahun-tahun nikah belom punya anak aja santai."
Beberapa hari kemudian saya haid dan saya pun menghentikan pemakaian obat yang saya rasa terlalu menyiksa.
Bulan berikutnya, suami mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan luka bakar di bagian kaki. Karena itu kami tidak melakukan hubungan suami istri dulu karena suami gak bisa terlalu banyak bergerak. Bahkan dalam kondisi santai aja, 2x saya gak sengaja nendang kakinya :P
Bulan ketiga pernikahan kami, saya dihadapkan cobaan dengan load kerja yang memuncak. Hampir setiap hari saya pulang malam. Padahal saya gak boleh kecapekan kalo sedang program hamil. Sempat sekali waktu tiba-tiba saja saya mengeluarkan flek darah. Ada yang bilang itu sebenernya berhasil terjadi pembuahan, tapi mungkin entah karena kandungan si ibu yang tidak kuat atau kondisi ibu yang sedang sakit/kecapekan, pembuahan tersebut gagal berlanjut dan akhirnya luruh. Sedih. Dan setiap kali datang haid rasanya kecewa sangat. Melebihi kekecewaan waktu peringkat MBUI lagi turun di GPMB dan kekecewaan ketika lulus kuliah IPKnya gak bagus :(
Bulan ke-4 pernikahan dan saya masih haid juga. Udah banyak teman yang menikah dan gak lama bisa langsung hamil :( aku iri sangat. Untungnya ada yang ngasih semangat. Beberapa rekan kerja bilang kalo mereka waktu itu sempet kosong 5 bulan, 7 bulan, 8 bulan dan baru hamil. Bahkan yang mengharukan semangat dari ibuku. Beliau bilang, ibu mesti nunggu 13 bulan untuk ngedapetin aku dulu! Wow!
Intinya sih mesti sabar, tawakkal, dan positive thinking. Kalau kata yangti, ya dinikmatin dulu aja masa pacaran sama suami, hamilnya entar-entar aja. Tapi abis itu si yangti nanya terus "Udah hamil apa belom?" Laaaahh, katanya pacaran doloooo..
Sekarang ini saya lagi usaha memperkirakan masa subur tiap bulan, doa terus ke Allah, dan semangat bikin dedek :P