"Assalammu'alaikum ukhti, bla bla bla ..."
Ukhti. Panggilan dari seorang teman yang menegaskan bahwa saya adalah akhwat. Akhwat adalah sebutan untuk kaum perempuan muslim. Dalam pikiran saya, gambaran seorang akhwat adalah seorang perempuan yang memakai pakaian sopan tidak ketat/membentuk tubuh, rok panjang, no jeans, jilbab lebar minimal sedada dan tidak dililit-lilit atau dibentuk macam-macam, selalu memakai kaos kaki, no high heels, tidak bersentuhan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tidak mengenal pacaran, ikutan program mentoring di mesjid/mushola, join grup rohis, senantiasa membawa Al Qur'an di dalam tasnya, meluangkan waktu untuk mengaji, bertemu orang mengucapkan salam (kalau sesama akhwat pipi ketemu pipi), mengusahakan sholat tepat waktu dan berjamaah, kalo bisa sholat sunah juga, dan lain sebagainya.
Bagi saya seorang ukhti itu terjaga lahir batinnya. Terjaga lahirnya dari pandangan para lelaki, terutama lelaki hidung belang-belang polkadot bunga-bunga. Terjaga batinnya karena selalu mengingat Dia Yang Namanya Sungguh Agung.
Tidak begitu dengan saya. Saya memakai jilbab. Tapi saya tidak memakai kaos kaki. Suka memakai jeans. Kadang-kadang jilbab saya lilit atau saya bentuk menuruti keinginan hati saya. Masih suka memakai baju yang tidak saya sadari ternyata membentuk tubuh. Bahkan paling parah beberapa hari yang lalu saya khilaf memakai legging yang menunjukkan bagaimana besarnya kaki saya dari paha hingga jempol kaki, hingga hal ini membuat seseorang menegur saya dan memastikan saya berjanji untuk tidak memakainya lagi. Sholat pun suka saya tunda-tunda waktu pelaksanaannya. Bahkan kalau terburu-buru saya menghindari sholat berjamaah (padahal terburu-buru hanya untuk having fun). Terakhir kali saya menyentuh Al Qur'an beberapa bulan lalu, yang kini tersimpan di rak buku saya, dan hanya saya pandangi ketika ingin mengambil komik. Waktu SMA saya sering bolos program mentoring yang sesungguhnya wajib hadir setiap hari Jumat pulang sekolah. Kalaupun saya datang, biasanya saya tidur, atau membuat kondisi mentoring menjadi tidak seperti seharusnya. Sangat senang melihat lawan jenis berwajah menarik, and there are still a lot of stupid things I have done.
Saya sadar saya banyak kesalahan.Saya melakukan banyak hal yang seharusnya tidak dilakukan seorang muslimah. Saya tidak tahu kapan saya sadarnya untuk menjadi seorang "ukhti" yang sesungguhnya. Saya berharap Tuhan secepatnya menurunkan hidayahNya kepada saya. Saya ingin sekali mengatakan pada teman saya itu untuk tidak lagi memanggil saya ukhti. Karena saya memang tidak pantas dipanggil oleh sebutan sedemikian mulia. Saya selalu seperti disadarkan bahwa saya terlalu banyak dosa jika mengingat image seorang ukhti yang sebenarnya.
Saya bukanlah seorang ukhti.
Trip to Australia - Transit in Malaysia (Menara Petronas)
7 tahun yang lalu