Suatu ketika di pertengahan tahun 2008, ketika mengalami masa-masa “stress tapi menyenangkan”, kami para pengurus MBUI saat itu melakukan refreshing otak dengan bertamasya ke Margo City hingga larut malam. Nah, kebetulan waktu itu Margo City-nya udah mau tutup tapi kitanya belom mau pulang, maka jadilah kita nongkrong di trotoar depan Margo deket angkot-angkot ngetem sambil membicarakan hal-hal yang menurut kami layak untuk diperbincangkan.
Tema obrolan kita saat itu adalah mengenai SEX. Kenapa tulisannya mesti di-CAPS LOCK dan bold?? Saya juga kurang paham sama kemauan jari-jari tangan saya yang mengetik ini. Kadang suka iseng pencet CAPS LOCK dan ctrl-B.
Anyway, yang menjadi pembicara utama saat itu adalah mantan PO GPMB 2008, mbak Putu Ayu Widhi Lestari. Beliau menjelaskan panjang x lebar = LUAS mengenai SEX. Untuk saya yang masih polos dan lugu, apa yang dijelaskannya merupakan suatu bentuk edukasi karena selama ini saya kurang paham. Apalagi saat itu status saya masih single and very happy. Masih sok belom ngerti apa itu “pacaran”, seperti apa bentuknya, ngapain aja, and the bla and the bre.
Karena kondisi saya itulah, mbak Putu menyarankan kepada saya jika pada suatu hari udah “dimiliki” sama seseorang, supaya lebih menjaga diri. Karena perempuan itu memiliki suatu harga yang tidak bisa dinilai oleh apapun. Jangan sampai karena terlalu cinta lalu memberikan segalanya buat “sang pemilik”. Toh, dia pun belum menjadi suami sah jadi untuk apa jika hubungan dalam berpacaran terlalu intim. Itu inti yang saya tangkap dari wejangan-wejangannya mbak Putu.
Kemudian mbak Putu menjelaskan bahwa dalam berhubungan dengan pasangan terdapat tahap-tahap intimasi. Pertama, pegangan tangan. Kalo saya pribadi sih mengartikan ‘pegangan tangan’ itu sebagai tanda ‘menjaga’.Yaa, buat tahap yang ini sama mami, papi, dedek juga suka pegangan tangan kan. Lebih jauh lagi, dari tahap ini bisa berlanjut ke rangkulan. Kayak kita sama sohib CSan kan suka saling merangkul tanda persahabatan noh.
Kedua, kissing. Dari cipika-cipiki-jidat-bibir-leher lalu makin lama turun ke bawah. Nah, cium bibir pun ada versi tersendiri. Versi yang biasa aja, bibir ketemu bibir. Tapi ada juga istilah French Kiss yang sambil memainkan lidah. Dalam bayangan saya, yang dimaksud ‘memainkan lidah’ di sini kayak ular berbisa yang menjulurkan dan menggetarkan lidah bercabangnya. Tapi teman-teman saya tidak sependapat dengan saya.
Lalu juga ada istilah cupang, ciuman yang memberikan tanda. Biasanya tahap ini dilakukan jika kissing yang dilakukan sudah lebih ke arah sensual dan TKP-nya di area leher ke bawah.
Ketiga, graping atau meraba-raba. Apaan yang diraba? Yaa, ga mungkinlah ya ngeraba-raba tas. Itu mah copet mau nilep. Biasanya lokasi TKP-nya daerah dada ke bawah, bisa belakang atau depan. Bahkan pada tahap ini bisa jadi ‘si alat peraba’ menjalar-jalar masuk ke ‘liang lahat’. Ini ga cuma dilakukan dari cowo ke cewe, walaupun pelaku utama biasanya kaum Adam. Bisa juga dari cewe ke cowo.
Keempat, peting atau menggesek-gesekkan alat kelamin ke pasangan. Namun pelaku dan/atau pasangannya masih memakai baju atau setidaknya ada kain yang menjadi hijab pada saat peristiwa penggesekan tersebut.
Kelima, penetrasi. Naaah, ini nih yang paling bahaya. Bisa menghadirkan orang ketiga. Kamu-kamu sekalian ada di dunia juga akibat tahap yang satu ini. Ga usah dijelaskan lebih jauh, saya yakin anda-anda semua lebih expert dari saya soal yang satu ini.
Kesimpulannya, dalam menjalin hubungan dengan pasangan, setiap orang punya batasannya sendiri. Ada yang cukup pegangan tangan aja, ada yang menganggap cuma kissing it’s fine asal ga berlebihan, ada yang bebas-bebas aja penetrasi, bahkan ada yang ga mau ngapa-ngapain. Itu semua tergantung dari bagaimana caranya bersikap dalam koridor norma-norma yang diyakini.
Artikel yang sangat menarik dan enak dibaca. Makasih postingannya. Oh ya bagi pasangan suami istri yang ingin lebih menghidupkan intimasi bersama pasangannya melalui intercourse. Silahkan kunjungi Situs Intimasi Pilihan Pasutri
BalasHapus