Saya bukanlah supermom yang memiliki kemampuan melakukan banyak hal dan terlalu protektif terhadap anak saya. Jujur saja saya tidak bisa masak, saya tidak seru jika mengajak bermain, saya juga bukanlah seorang wanita yang rapih. Sometimes I was too confused what I had to do for my baby and then do nothing. Dengan segala keterbatasan kemampuan saya sebagai seorang ibu, saya berusaha segala cara what's good for my baby tapi tidak membuat saya stres dan repot.
Ketika pada akhirnya saya dan si Babeh membuat rencana perjalanan ke Australia, kami tau perjalanan kami kali ini tidak akan semudah ketika kami jalan-jalan masih berdua saja. Misalkan, dalam hal makanan. Kalau dulu kami masih bisa menahan lapar or do the brunch, but not this time. Bayi tidak bisa menahan lapar. Ketika waktunya makan maka dia akan mengeluarkan sinyal berupa rewel berkepanjangan, dan saya tidak mau itu terjadi dan menghancurkan perjalanan kami. Sebagian blog yang saya baca menyarankan membawa perlengkapan masak seperti rice cooker atau slow cooker -yang tentu saja disertai dengan membawa bahan-bahan makanan tentunya. Saya sempat berpikir untuk membawanya, tapi setelah kami coba masukkan ke dalam koper, ternyata tidak muat dan malah akan menambah bawaan dan bagasi kami. Akhirnya setelah berdiskusi dari segi efektivitas, saya memutuskan untuk menyisihkan budget lebih besar untuk makanan dengan: makan di restoran! Mudah, gak perlu ribet bawa barang-barang, gak perlu repot masak, gak perlu cuci-cuci juga, dan efektif dari segi waktu. Memang biaya makanan di Australia apalagi di kota Sydney begitu tinggi. Tapi porsinya pun sangat besar. Biasanya saya hanya membeli 1 porsi untuk makan berdua dengan Niqu. Malah kadang-kadang bertiga dengan si Babeh kalau dirasa porsinya terlalu banyak.
Selain soal makanan, juga soal destinasi wisata yang akan dikunjungi. Babeh sudah membuat itinerary perjalanan kami se-perfect mungkin. Dalam 1 hari ada 3-4 destinasi yang akan kami kunjungi. Saya ingatkan kepada Babeh bahwa kita membawa bayi dalam perjalanan jadi tidak usah terlalu idealis pergi ke 3-4 destinasi. "Jangan ngoyo!" kalau kata saya. 1-2 destinasi dalam 1 hari saja cukup. Memang akan menjadi kurang puas rasanya tapi saya tau betul bayi tidak bisa dipaksa jalan-jalan terlalu lama walaupun dia digendong atau naik stroller. Dan apa yang saya prediksikan menjadi kenyataan. Itinerary yang Babeh buat hancur berantakan. Ketika kami transit di Malaysia selama 12 jam pada saat berangkat, rencananya kami akan mampir untuk berfoto di depan Menara Petronas dan Art Museum di depan tulisan I Love KL. Realisasinya kami hanya berfoto sebentar di depan Menara Petronas.
Ketika tiba di Sydney pun begitu. Hari pertama harusnya ada 1-2 destinasi yang kami kunjungi. Realisasinya, Niqu tertidur dari jam 1 siang sampai jam 5 sore. Hari itu kami hanya mengunjungi kost sahabat saya si Dhoni di malam hari. Hari kedua dan seterusnya pun begitu. Kami mengalah dengan jam tidur-bangunnya Niqu. Kami baru berangkat setelah Niqu bangun dan lebih banyak beristirahat di tengah-tengah perjalanan. Salah dua destinasi yang kami lewatkan padahal ada di itinerary kami adalah The Rocks dan Victoria Building. Kami juga batal jalan-jalan di jalan setapak tepi laut yang menghubungkan Bondi Beach dan Coogie Walk. Kami baru sampai Bondi Beach menjelang Maghrib sehingga kami hanya bisa menikmati sunset di tepi pantai.
The worst dari perjalanan kami adalah ketika menaiki pesawat pulang dari Australia dan akan transit di Malaysia yang memakan waktu perjalanan sekitar 8 jam. Pada saat keberangkatan kami mendapat tiket di malam hari sehingga tidak terlalu menjadi masalah untuk kami karena Niqu tertidur pulas selama di pesawat, walaupun beberapa kali dia terbangun dan rewel dan itu adalah salah satu tidur malam paling tidak nyenyak yang pernah saya alami setelah melahirkan. Sayangnya pada saat pulang, kami mendapat tiket pesawat di siang hari. Pada saat take off tidak menjadi masalah karena Niqu saya nenenin. Our nightmare began in 3-4 hours before landing. Niqu rewel serewel-rewelnya. Nangis gak karuan berontak sana-sini. Orang India yang duduk di samping kami sampai harus pindah duduk ke seat belakang yang kosong. Semua mata tertuju ke kami. Ada yang merasa kasihan, ada yang merasa terganggu tentunya. Serombongan bapak-bapak dan ibu-ibu Malaysia mencoba membantu menenangkan Niqu tapi tidak berhasil. Si Babeh inisiatif menggendong sambil jalan-jalan di pesawat pun hanya bertahan beberapa menit. Anak-anak blasteran Jepang-Bule berusia 5-7 tahun yang duduk di depan kami pun juga turut menggoda Niqu. Awalnya Niqu tertarik tapi lama-lama dia bosan dan mulai rewel lagi. Niqu selalu menunjuk-nunjuk ke arah luar jendela. Saya tau sekali dia bosan di dalam pesawat dan pastinya lelah ingin tiduran di kasur. Saya coba nenenin yang ada malah payudara saya digigit keras-keras dan ditarik sampai luka. Saya benar-benar stres waktu itu. Lama sekali Niqu menangis dan tidak mau tidur.
Menjelang 1 jam sebelum landing di KLCC, Niqu akhirnya tertidur. Mungkin pada akhirnya dia menyerah pada energinya yang sudah terkuras habis. Saya dan si Babeh pun akhirnya bisa bernafas lega. Sampai di KLCC kami menyegerakan diri ke Tune In Hotel untuk beristirahat. Seharusnya sesuai itinerary kami bisa berjalan-jalan ke salah 1 destinasi terdekat di Kuala Lumpur. Tapi saya dan si Babeh begitu lelah dan saya lebih suka membiarkan Niqu tidur untuk mengistirahatkan punggungnya lebih lama di kasur.
Benar saja! Sampai di hotel Niqu terbangun dan dia guling-gulingan di atas kasurnya sambil tertawa-tawa.
Trip to Australia - Transit in Malaysia (Menara Petronas)
7 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.