Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 16 Oktober 2011

Agensi Curang

Bagi saya memiliki pengalaman yang ga didapetin pas kuliah adalah suatu anugerah. Jadi sangat mensyukuri di perusahaan ini saya ditempatin di unit yang sesuai sama dengan background kuliah, dan juga ditambah jobdesc yang dikasih ke saya ternyata nyerempet ke bidang lain. Salah satu jobdesc saya adalah mengurus administrasi keuangan unit, monitoring anggaran, dan bertanggung jawab dalam urusan pembayaran kepada vendor atau klien yang unit saya gunakan.

Dikarenakan hal ini saya jadi banyak belajar mengenai keuangan dan pajak. Saya baru tahu kalo perusahaan jasa itu dikenain PPh 23 WAPU yang mengharuskan penghasilan yang mereka dapet harus dipotong pajak sebesar 2%. Sebagai salah satu bank yang merupakan anak perusahaan dari bank BUMN, maka udah kewajiban perusahaan saya untuk memotong langsung pajak 2% setiap pembayaran dan membayarkannya langsung ke Kantor Pajak. Nantinya si vendor bisa minta bukti potong pajak 2% ke perusahaan kami.

Udah jadi hal umum kalo suatu perusahaan mengeluarkan Laporan Keuangannya dipublikasikan ke media cetak.  Biasanya media yang dipilih adalah koran-koran besar dengan market luas seperti Kompas, Media Indonesia, Republika, Bisnis Indonesia, Investor Daily, dll. Sebagian perusahaan mempublikasi Laporan Keuangannya melalui suatu agensi. Tugas si agensi ini sebagai "perantara" antara perusahaan dengan media, dan mengatur layout supaya Laporan Keuangan yang kalo diprint A4 tebelnya segambreng itu tampak tertata dan mudah dibaca. Intinya si perusahaan cuma terima jadi gimana caranya supaya Laporan Keuangan perusahaannya bisa dimuat di media yang sesuai pilihan dengan tampilan yang oke. Jadi keribetan buat ngehubungin dan negosiasi sama media, nge-layout-in dan adjust tampilan Laporan Keuangan diserahin sama agensi. Untuk biaya yang dikeluarin semuanya jadi tanggung jawab perusahaan. Biaya di sini meliputi harga pemasangan iklan Laporan Keuangan plus agency fee. Publikasi Laporan Keuangan ini menjadi salah satu program kerja unit saya.

Adalah agensi H yang "berjasa" dalam publikasi Laporan Keuangan triwulan ke-2 kami pada bulan Juni kemarin (yang triwulan 1 saya belum gabung di perusahaan jadi saya ga tahu kondisinya). Agensi H ini menjadi perantara pada dua surat kabar ternama. Setelah Laporan Keuangan kami terbit dan dipublikasikan datanglah tagihan yang harus kami bayarkan. Sebagai orang yang bertanggung jawab dengan administrasi pembayaran unit, sayalah yang didelegasikan untuk mengurus tagihan tersebut.
(Catatan: pekerjaan apapun yang dilakukan -terutama yang berkaitan dengan uang- harus berdasarkan disposisi tertulis atasan, disertai paraf atasan dan tanggal disposisi dibuat. Disposisi tertulis merupakan dasar seorang bawahan dalam melaksanakan tugas. Sehingga jika terjadi suatu hal, bisa ditelusuri apakah seseorang bekerja sesuai disposisi atau tidak.)
Setelah mendapat disposisi Pemimpin Divisi dan Manajer untuk membayar tagihan si agensi H, saya langsung mencari bukti-bukti lengkap untuk menjadi dasar pembayaran seperti: Nota Internal, Surat Perintah Kerja, Media Order, dan Invoice. Setelah itu saya membuat voucher pembayaran yang berisikan nominal yang harus ditransfer ke rekening bank yang diminta. Voucher pembayaran tersebut dijadikan satu file dengan Invoice asli dan dokumentasi dasar pembayaran, yang selanjutnya bisa saya transfer pembayaran atas tagihan tersebut. Kerjaan ini sebenernya ribet buat orang yang ga biasa berkutat sama uang, apalagi yang basicnya bukan dari Ekonomi. Begitu juga dengan saya. Tapi alah bisa karena biasa. Lama-lama saya begitu menikmati urusan-urusan yang berkaitan dengan uang seperti tagihan dan anggaran.

Balik lagi ke soal perusahaan jasa yang kena PPh 23 sebesar 2%, agensi H termasuk dalam daftar perusahaan yang harus dipotong 2%. Saya ga terlalu ingat nominal pastinya, tapi kira-kira tagihan yang dibayarkan adalah sebagai berikut: Harga pasang iklan sebesar Rp 200 juta + Agency fee Rp 3,5 juta. Jadi total yang ditagihkan adalah Rp 203,5 juta. Berdasarkan pada UU PPh pasal 23 WAPU yang memotong penghasilan perusahaan jasa sebesar 2%, maka besarnya PPh agensi H adalah Rp 203,5 juta x 2% = Rp 4.070.000,-. Jadi pembayaran yang harus ditransfer ke agensi H adalah Rp 203,5 juta minus PPh Rp 4.070.000. SEHARUSNYA.
Tapiiiiii..

Tiba-tiba aja sebelum saya sempat membayarkan tagihan, agensi H ini nelpon dan bilang bahwa saya cukup memotong PPh 2% dari Agency Fee-nya saja, bukan dari total tagihan keseluruhan. Saya katakan pada agensi H bahwa untuk jasa pemasangan iklan, media pun termasuk perusahaan jasa kena pajak 2%. Jadi dalam hal ini, baik si Agensi H sebagai perantara dan si Surat Kabar sebagai media pun harus dipotong PPh 2%. Agensi H berkilah bahwa mereka sudah membayarkan pajak 2% si Surat Kabar. Akhirnya saya minta bukti potong pajak Surat Kabar yang sudah dibayarkan si agensi H. Agensi H ini mengirimkan bukti potong yang dimaksud melalui fax. Ketika saya melihat bukti potong pajak yang dikirimkan tersebut, o' oohh..

Dalam bukti potong pajak tersebut terpampang rincian Agensi H kepada Surat kabar. Memang harga pasang iklan pada Surat Kabar adalah sebesar Rp 200 juta, tapiiiiii.. Si Surat Kabar memberikan diskon sebesar 40%, sehingga harga yang ditagihkan hanya Rp 150 juta. Daaaaannn.. Agensi H tidak mengatakannya pada kami, dan tetap menagihkan kami bahwa harga pasang iklan Rp 200 juta. Jadi dalam hal ini si Agensi H selain mendapatkan Agency Fee ternyata juga mendapat keuntungan sebesar Rp 50 juta.
DAMN!!!!

Dan dari yang seharusnya PPh yang dibayarkan adalah 4.070.000,- jadi hanya Rp 70.000,- saja!!

Saya melaporkan penemuan saya ini kepada Manajer dan rekan-rekan unit saya. Manajer saya murka, dan sayangnya karena sudah ada tandatangan kontrak di atas materai, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Karena jika kami menolak membayar pun perusahaan kamilah yang akan dituntut.
Salah satu rekan menceritakan pada saya bahwa hal yang sama terjadi pada Laporan Keuangan triwulan 1. Bahkan agensi saat itu lebih parah daripada si agensi H ini karena tidak mau mengirimkan bukti potong pajak.

Akhirnya dengan kesepakatan unit kami bersama, untuk Laporan Keuangan selanjutnya kami tidak akan menggunakan agensi lagi. Lebih baik kami lembur untuk berkutat pada keribetan me-layout dan negosiasi dengan media cetak.

2 komentar:

  1. bukannya agency emang nyari untung dari situ ya bot? logikanya, klo agency fee nya 'cuma' 3.5 juta, mereka pasti ngga bakal mau ngambil job nya, soalnya biaya nego media, layouting, lalala pastinya lebih dari itu. contoh simpelnya, orang design dari agency yang udah profesional nanganin layouting mana 'rela' coba dibayar 'cuma' 3.5 juta?

    gw dulu pernah belajar pmp (pengantar media periklanan) klo media emang suka ngasi diskonan ke agency, dan itu sah2 aja karna emang (biasanya) deal2an media-agency nya gitu.

    seinget gw dulu waktu belajar itung2an media placement, si agency bahkan suka sampe dapet spot iklan gratisan di tayangan tv ber-rating tinggi dari media. dan itu pinter2nya si agency ngatur media placement nya. that's why it's called (big) bonus.

    klo soal diskon 40% trus ngga dilaporin, klo misalnya si client dikasi tau "ent (client) nih di media x ngasi diskon 40%, totalnya jadi 150juta" pastinya mah ngga mungkin client bilang "yauda deh cy (agency) diskonan nya buat lo aja"

    well, after all, in business, there's nothing as a free lunch, no? correct me if i'm wrong.

    fyi, gw bukan ngebelain agency, ini berdasarkan apa yang pernah gw pelajarin dan logika dasar "mana ada si orang yang mau jual rugi?" hehehe. klo yang pernah gw baca dari buku-sesuatu (lupa judulnya apa), perusahaan yang ngga pngen diskonan media 'dimakan' sama agency biasanya bikin divisi sendiri buat ngelayout dan deal2an langsung sama media. contohnya internal copywriter. sejauh yang gw tau si itu bot. lagi2 koreksi klo ada salah, hehe

    BalasHapus
  2. Terima kasih dedel yg udah komen :)

    Begini del, sebenernya akan lebih bisa diterima kalo Agency H itu langsung ngetok agency fee-nya 50 juta, drpd bilang fee mereka cuma 3,5 juta tp taunya dpt untung tambahan puluhan juta yg ga diketahui sama klien.

    Krn setelah kejadian kayak gini yg akhirnya unit gue (sebagai klien) ketahui bahwa ternyata mereka untung berkali-kali lipat lebih dari yg mereka bilang, kok rasanya kayak dibohongin dan sakiiiiiittt. Emang sih mungkin salah satu trik dalam berbisnis kayak gitu, tapi mari kita lihat alasan utama lain kenapa gue bisa sampe empet 1/2 mampus.

    Alasan utama lainnya adalah soal pajak yg harusnya mereka bayar. Let's say si Agency H ini jujur, "kl pake agency kami, harga pasang iklan di Koran A harganya Rp 150 juta + agency fee kami Rp 50 juta".
    Berarti PPh yg harus agency H ini bayar adalah Rp 50 juta x 2% = Rp 1 juta.

    Tp karena si Agency H ini bilangnya agency fee mereka cuma dapet Rp 3,5 juta(dan ngumpetin kl mereka ternyata dapet bonus dari diskon harga pasang iklan) jadi mereka cuma bayar pajak sebesar Rp 3,5 juta x 2% = Rp 70 ribu.

    Kayaknya nilai Rp 1 juta sama Rp 70 ribu jauh banget deh. Di sinilah makanya banyak agensi atau perusahaan yg suka pake trik-trik biar bayar pajaknya lebih sedikit dari yg seharusnya. Business is business. Tapi duit is money, dan pajak is tetep pajak. Emang ga ada agency yg mau rugi, tapi salah juga kalo ga jujur. Ga jujur sama klien, ga jujur negara, ga jujur sama Tuhan. Kl kata Ridho Rhoma, "Sungguh.. TER-LA-LU!!"

    Kl yg media placement itu, gue baru inget si agency H ini emang dapet bonus spot iklan. Dan si agency H ini tadinya bilang kl bonus spot iklan itu buat perusahaan gue. Tp nyatanya sampe sekarang si agency H ini ga ngungkit2 lagi soal "bonus" ini. Kata Manajer gue sih, bonus spot iklan itu paling2 dijual lagi ke perusahaan lain jadi si agency H ini dapet untung selangit. Kl soal yg 1 ini sih, gue ikut opini lo, del. Emang itu pinter2nya agensi nyari keuntungan sebanyak2nya.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.