Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 19 November 2011

Tuhan, Izinkan Aku Melabil Sekali Ini Saja

Kamis, 17 November 2011

Perasaan benci namun khawatir kalau dijadiin satu ternyata begitu menyiksa.

Kalo udah sebel/benci/kesel sama orang, saya cenderung akan menjauhi orang tersebut. Atau paling banter jaga jarak/ga peduli/ga mau ambil pusing sama orang itu.

Orang nyebelin kalo dalam skala kecil masih bisa saya maafin. Orang sangat nyebelin kalo udah sekali berurusan sama saya, akan saya hindari saat itu juga. Tapi kalo orang yang udah bikin saya amat kesal berkali-kali dalam skala kecil, menengah, sampai besar, dan orang itu adalah orang yang disayang... so what do u think??!!

Di satu sisi pengen banget saya nendang orang itu kuat-kuat, nonjok mukanya, cakar, tinju, terus saya sumpahin dia ini-itu biar tau rasa. Tapi di satu sisi karena yang nyebelin itu adalah pacar saya sendiri, dan saya tau saya ga akan sanggup nyiksa dia secara fisik, maka saya akan menyiksanya secara batin.

Saya ga peduli dia mau berkoar-koar sama orang, cerita sama orang tentang sikap saya, saya yang emosional, saya yang mau menang sendiri. Terserah! Udah berapa lama sih kita pacaran sampe lo ga kenal sifat-sifat jelek gue?! Butuh waktu berapa lama sih buat lo tau apa yang gue ga suka?! Kalo menurut lo waktu 2 tahun 9 bulan ga cukup buat lo mengenal gue, it's ok kalo kita temenan dulu aja kayak dulu lagi. Kayak pertama kita ketemu pas 2007 atau kayak 2008 waktu kita masih seru-seruan. Waktu itu gue ga pernah marah sama lo. Dan lo ga perlu pusing mikirin gue.

Seharusnya 3 hari terakhir sebelum kamu ke Kalimantan bisa kita nikmatin sama-sama. Kita berdua sama-sama ga tau berapa lama kamu di sana dan kapan pastinya kamu balik ke Jakarta. Sayangnya kamu begitu pintar untuk mengubah kondisi yang seharusnya menyenangkan menjadi sangat menyebalkan dalam hitungan menit. Dan bodohnya kamu melakukannya tepat di saat aku sedang pre-menstruation syndrome yang kamu tau aku jadi cepat naik darah. Padahal kamu selalu hafal tanggal-tanggal saat aku sedang dalam kondisi tersebut.

Semua itu berawal hari Selasa ketika kamu sms memberitahukan bahwa hari Kamis siang kamu akan berangkat ke Kalimantan. Aku yang saat itu sedang riweuh dengan tambahan pekerjaan yang seharusnya bukan tanggung jawabku, melainkan limpahan dari rekanku yang sedang cuti jalan-jalan ke Aussie, sangat butuh bertemu denganmu malam itu. Aku ingin curhat, aku ingin mengisi baterai semangat, aku ingin energi postif. Ditambah lagi dengan kepergianmu. Apakah aku salah kalo aku minta dimanja? Aku hanya minta diambilkan minum karena terlalu lelah untuk bangun dari posisi dudukku. Tapi kamu malah menyuruhku untuk ambil sendiri. Aku yang saat itu sedang lelah lahir batin, mendengar kata-katamu malam itu langsung bangkit berdiri, mengambil minumku sendiri, menghabiskannya, dan langsung pergi. Kamu memanggilku. Tapi apakah aku sudi untuk menghampirimu? Saat itu setan sedang berkuasa penuh atas emosiku. Aku tau kamu menyesal dan mengungkapkan bahwa tadi kamu sedang bercanda. Tapi malam itu aku terlalu lelah untuk bercanda. Malam itu aku tidur dengan mencoba berpikir positif akan dirimu. Bahwa kau sudah melakukan banyak hal untukku dan tidak seharusnya aku begitu emosi.

Paginya di hari Rabu aku sudah merasa baikan. Kamu menemaniku di stasiun UI menunggu kereta jurusan Tanah Abang jam 06.05. Aku sudah memaafkanmu. Dan kamu bilang ingin bertemu sekali lagi malamnya sebelum kita benar-benar berpisah. Kamu mengatakannya ketika aku sedang naik ke gerbong kereta yang berdesakkan, jadi aku tak terlalu jelas dengan perkataanmu. Ketika aku sampai di kantor jam 7, kamu meneleponku. Sekali lagi kamu mengungkapkan penyesalanmu malam sebelumnya dan ingin memperbaikinya di malam nanti. Aku mengiyakan. Lalu kamu bercerita tentang pekerjaanmu, sesuatu yang sebenarnya ingin kau ceritakan kemarin malam. Kita juga membahas beberapa hal dan membuat rencana-rencana setelah kamu pulang. Untuk tebusan karena kamu telah membuatku ngambek kemarin malam, aku minta traktir Sushinest malam itu. Walaupun uangmu di atm sudah menipis, kamu mengiyakan. Kamu meneleponku hingga jam 8 kurang, dan setelah itu aku bersiap kembali riweuh dengan pekerjaanku.

Rabu sore jam 5 lewat, aku pulang kantor namun tetap dengan banyak pikiran pekerjaan yang sudah deadline. Masih banyak yang harus aku selesaikan tapi aku juga berusaha menepati janji makan malam kita di Sushinest. Seperta katamu tadi pagi kita akan bertemu di peron stasiun UI. Aku lari mengejar kereta 17.30 dari stasiun Sudirman menuju Depok. Kamupun memberitahuku bahwa sedang dalam perjalanan pulang dari Warung Buncit. Aku tau aku akan sampai lebih dulu karena aku naik kereta. Sesampainya di stasiun UI jam set 7 malam, aku solat Maghrib dan pergi ke warnet sebentar untuk mengecek file kiriman vendor yang harus di-acc malam itu sembari menghabiskan waktu menunggumu. Saat itu kamu memberitahukan bahwa kamu sudah berada di Lenteng Agung. Aku bilang aku akan menunggumu di warnet lesehan di peron kereta. Selang beberapa lama, kamu bilang kamu sudah sampai dan menanyakan warnet di mana aku berada. Aku heran kamu tidak menemukanku. Lalu kamu meneleponku dan mengatakan bahwa kamu salah stasiun. Kamu bukan sedang berada di stasiun UI, melainkan stasiun Depok Baru. Aku yang saat itu sedang dilanda kelelahan dan kelaparan luar biasa langsung tidak bisa mengontrol emosiku. Aku tidak mau menunggumu lebih lama lagi. Aku mau pulang. Aku tidak mau bicara denganmu. Aku muak melihatmu. Dan aku jadi tidak nafsu makan.

Kamu menyusulku, berusaha menggenggam tanganku, tapi aku menepisnya. Aku capek.. fisik dan batin. Entah saat itu angel-ku memperingatkanku agar aku tidak menyesal di kemudian hari. Aku tidak tahu berapa lama kita tidak akan bertemu, jadi aku seharusnya tidak emosi. Tapi setan-ku selalu membayangiku dengan berbagai kebodohanmu. Menjadikanku membuat jarak denganmu. Aku berusaha tidak mempedulikanmu tapi entah kenapa tiba-tiba muncul bayangan tidak menyenangkan akan kepergianmu besok. Hatiku tidak mau itu terjadi, tapi tubuhku menolak dipertemukan olehmu. Aku tahu kamu begitu tersiksa denganku yang sedang murka. Aku tahu kamu memilih aku marah dengan berteriak di wajahmu daripada aku marah dalam diam namun menjauhimu. Malam itu kita tidak jadi dinner di resto sushi kesukaan kita. Malam itu kamu mengantarku sampai rumah sebelum aku tinggal tidur tanpa mengucapkan sepatah katapun. Malam itu kamu benar-benar menyesal.

Pagi di hari Kamis aku merasa jauh lebih baik. Sebelumnya jam 2 pagi aku sempat terbangun dari tidur dan perlahan-lahan mengingat kembali kejadian sebelumnya. Emosiku sudah stabil dan aku mendapatkan diriku haid. Baiklah, pre-menstruation syndrome yang sempurna. Menyebabkan aku kehilangan kendali atas diriku dan merusak suasana yang seharusnya tidak seberapa parah. Dan kini aku menyesal. Kamis pagi ini kamu lagi-lagi menemaniku di stasiun UI menunggu kereta. Kamu benar-benar terlihat lesu namun berusaha menyenangkan hatiku. Tidak banyak waktu kita bersama saat itu. Hanya 10 menit sebelum keretaku datang. Aku berpesan padamu agar hati-hati di jalan dan begitu juga dirimu mengucapkan pesan yang sama. Ketika aku menaiki kereta aku memandangimu sampai kereta melaju perlahan-lahan meninggalkan peron, dan makin lama makin cepat. Aku terus memandangimu hingga kamu tidak kelihatan. Lalu seperti kebiasaanku yang kamu ketahui, aku mengambil novelku dari dalam tas. Kamu tahu aku tidak bisa hanya bengong berdiri berdesakkan di dalam kereta selama 40 menit dari Depok-Sudirman atau sebaliknya. Harus ada sesuatu yang kubaca. Aku melihat di dalam novel yang kubaca ada sesuatu yang tersembul di halaman belakang. Ternyata sehelai kertas yang dilipat. Kertas itu penuh dengan tulisan yang bisa aku kenali sebagai tulisanmu.

Aku membacanya. Ternyata permintaan maaf darimu. Entah kamu memang bisa membaca pikiranku atau hanya sebuah kebetulan, salah satu point dalam surat itu kamu menyebutkan bahwa kamu akan tetap meminta maaf walaupun aku sudah bosan mendengar kata-kata maaf darimu. Benar, aku bosan. Kadang-kadang saking bosannya aku sering berpikir untuk mengakhiri hubungan. Aku rindu dengan masa-masa single-ku yang kuanggap sebagai kebebasanku tanpa terikat emosi, hubungan, atau kewajiban dengan orang lain. Tapi kamu tidak pernah melepaskanku. Kamu terus mengikatku, bahkan kamu menyumpahiku akan selalu terus bersama dan tidak dengan lelaki lain.

Aku terus membaca tulisanmu sampai akhir. Aku merasakan tenggorokanku tercekat dan ada genangan air di pelupuk mata. Aku tidak tahu apakah orang-orang di dalam kereta ini melihatnya, tapi aku merasa orang yang berdiri di belakangku turut membaca suratmu. Aku terharu tapi juga sekaligus heran akan kebodohanmu yang terlalu jujur melampiaskan pikiranmu hingga aku melihatmu tidak sekokoh yang biasa laki-laki lain perlihatkan kepada wanita. You are really into me!!

Sekarang kita udah kepisah jauh. Dan ga tau kapan kamu balik. Semoga kamu baik-baik aja di sana. Pergi dalam keadaan utuh, dan pulang juga dalam kondisi ga kurang suatu apa.

n.b: seharusnya ini tulisan dipost hari Kamis, tapi baru sempet sekarang.

1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.