Kemarin, hasrat saya untuk menonton film di bioskop setelah sekian lama, akhirnya tersalurkan juga. Berdua sama pacar saya, akhirnya kami menonton film Toy Story 3 yang kata sebagian orang ending-nya membuat penonton menitikkan air mata. Terus terang saya lebih memilih film ini daripada Eclipse yang tiketnya selalu terjual habis -bahkan yang midnight- walaupun temen saya yang hobi nonton, si Diah Anggraeni, merekomendasikan film tersebut buat ditonton bareng pacar karena (katanya) banyak adegan ciuman.
PRET!!
Buat saya, film yang bagus ditonton bareng pacar bukan film-film romantis bangsanya Eclipse, Titanic, atau Romeo and Juliet yang bertitel "DEWASA". Tapi justru film-film kocak tapi ujung-ujungnya mengharukan kayak Karate Kid, Laskar Pelangi, Mr. Bean In America, atau film kartun kayak, UP!, Madagascar, Shrek 4, Toy Story 3, dkk. Alasan saya yaa.. karena lebih asik ketawa bareng terus ujung-ujungnya hanyut dalam suasana mengharu-biru, daripada hanyut dalam suasana romansa film terus kepengen kayak yang di film.
Balik ke topik awal. Toy Story 3. Terlepas dari alur cerita yang menggambarkan pengalaman Woody dkk, saya pribadi mengambil hikmah dari film tersebut kalo seiring berjalannya waktu, kehidupan pun akan berubah, dan kita ga bisa terus-terusan stay di satu tempat. Tokoh Andy dalam film Toy Story 1 dan 2 yang digambarkan masih anak-anak yang suka berimajinasi bermain dengan mainan-mainannya (Woody, Buzz, Mr. and Mrs. Potato, dr. Evil Chop Pork, dkk) , sekarang udah beranjak dewasa dan akan masuk Universitas yang ada di kota yang berbeda. Andy diharuskan memilih barang-barang keperluannya. Singkat cerita Andy merelakan semua mainannya termasuk mainan kesayangannya, Woody, untuk diberikan ke orang lain, seorang anak perempuan yang lucu.
Saya jadi ingat bagaimana masa kecil saya dipenuhi oleh buku-buku cerita bergambar, karena saya dari kecil amat suka sekali membaca. Dan Alhamdulillah saya memiliki orang tua yang mendukung hobi saya tersebut. Hampir setiap minggu saya diajak ke Gramedia Matraman (karena dulu di Depok belum ada Gramedia, bahkan Plaza Depok pun baru ada sketsa bangunannya). Bagi saya waktu itu, Gramedia Matraman adalah rumah kedua. Kalo saya dibawa ke sana, dipastikan saya akan menghilang di antara tumpukan-tumpukan buku anak-anak.
Ketika saya menginjak masa kuliah, kebetulan di kampus saya waktu itu ada kegiatan sosial untuk menyumbangkan buku, pakaian, atau sejumlah uang kepada anak-anak yatim. Saya diajak oleh seorang teman untuk menyumbang. Karena saya dulu termasuk golongan MSB (Mahasiswa Sering Bokek), saya tidak punya uang untuk disumbangkan. Begitupun dengan pakaian. Jangankan mau nyumbang, baju yang saya pake di rumah aja bekas punya bapak yang udah ga muat atau punya ibu yang udah gembel.
Akhirnya saya memilih untuk menyumbangkan buku. Saya obrak-abrik lemari buku saya. Saya lihat ada lebih dari setumpuk buku-buku bergambar saya waktu TK dan SD dulu. Saya lihat satu-satu. Saya jadi kangen masa-masa kecil saya. Ada buku tentang Kipas Angin Tua, Kuda Kayu, Si Cacing, Mawar Merah dan Mawar Putih, Agus yang Nakal, dll. Saya buka lagi lembar demi lembar buku-buku tersebut. Saya ingat bagaimana saya selalu membaca ulang buku-buku tersebut hampir setiap hari, kapanpun saya mau, hingga saya hapal di luar kepala isi buku-buku saya dulu kata demi kata, tanpa membuka buku sama sekali (wew! cerdas sekali saya waktu kecil, tapi kebalikannya ketika besar). Saya teringat bagaimana ketika saya kecil sebelum tidur saya yang membacakan buku untuk ibu saya, bukan sebaliknya. Saya lebih menikmati membaca buku sendiri daripada dibacakan. Saya tenggelam dalam pikiran dan imajinasi saya tentang kisah-kisah dalam buku-buku cerita bergambar saya dulu.
Ah! Masa-masa itu.. Kangen.. Tapi buku-buku ini sudah terlalu banyak dan memenuhi lemari buku saya. Karena tidak pernah dibaca lagi seiring dengan bertambahnya usia saya, buku-buku itu kotor berdebu.
Dengan membulatkan tekad, saya ambil kantong plastik ukuran besar, saya masukkan buku-buku itu ke dalamnya, dan saya bawa ke kampus keesokan paginya.
Besoknya di kampus, teman saya yang sebelumnya ngajak nyumbang memberi tahu saya untuk menaruh buku-buku tersebut ke dalam sebuah box besar yang bertuliskan "Throw Your Old Books Here: untuk disumbangkan". Saya pun melangkah menuju box tersebut. Ketika saya akan menjatuhkan kantong plastik berisi buku-buku cerita bergambar tersebut, tiba-tiba saya dilanda keraguan. Buku-buku itu menyimpan kenangan saya waktu kecil. Ketika saya masih usia TK-SD. Ketika saya masih mencari tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika saya belajar bahwa makanan yang dirubung lalat bisa menyebabkan sakit perut. Belajar bahwa makan sayur bisa membuat badan sehat dan tinggi. Belajar untuk selalu berhati-hati di jalan raya. Belajar untuk selalu merawat tanaman dengan selalu menyirami setiap pagi dan sore serta memberi pupuk. Belajar untuk senantiasa hormat kepada orang tua. Belajar tentang kisah-kisah para Nabi dan Rasul sebagai contoh kehidupan kita untuk selalu ingat kepada Tuhan, tidak meninggalkan ibadah wajib seperti Sholat dan Puasa, selalu menolong orang yang membutuhkan tanpa pamrih, dan belajar untuk menghargai keyakinan orang lain walaupun berbeda dengan keyakinan kita.
Saya sedih.
Dan ragu.
Rasanya tidak ingin melepaskan begitu saja buku-buku ini.
Tapi kemudian saya ingat.
Life Must Go On
Saya ga mungkin lagi membaca buku-buku saya waktu TK-SD dulu dengan usia saya yang sekarang. Untuk apa lagi buku-buku ini? Toh saya sudah mengerti isi buku-buku ini. Buku-buku ini tidak terpakai lagi. Tidak ada space lagi di lemari saya untuk menampung buku-buku itu semua. Dan saat itu buku yang saya sedang butuhkan adalah Radio Production edisi V karangan Robert McLeish untuk tugas akhir.
Akhirnya saya menguatkan diri. Persis seperti Andy yang akan melepaskan Woody kepada orang lain.
Life Must Go On
Saya percaya bahwa kepada siapapun buku ini akan disumbangkan, buku-buku cerita bergambar saya ini memiliki makna edukasi kepada pembacanya. Di luar sana, ada anak-anak yatim tidak mampu yang menunggu adanya buku-buku gratis untuk dibaca. Buku-buku yang bisa mengajarkan mereka tentang perbedaan baik dan buruk serta akibatnya melalui gambar-gambar.
Setelah pada akhirnya saya menaruh buku-buku cerita bergambar saya tersebut ke dalam box "Throw Your Old Books Here: untuk disumbangkan", berjam-jam kemudian saya berpikir:
Kalo saya simpan buku-buku cerita bergambar tadi kan masih bisa buat anak saya nantinya.
JRENG!!
*omong-omong saya geli sama tokoh Ken di Toy Story 3. Metros abis!
Trip to Australia - Transit in Malaysia (Menara Petronas)
7 tahun yang lalu
hmm,, ah, elu. dasar.
BalasHapuswaktu itu bilang ama gw seneng yang ada adegan2 siuurr. ahahaha..
yayaya,, terserah kaulah.
tapi emang life must go on.
walopun shiloh entar mati juga
life must go on.
walaupun gw ntar kepilih jadi Putri Indonesia juga.
life must go on.
walaupun ntar gw akan diajak kencan sama ashton kutcher.
life must go on.
walaupun ntar gw akan married di Bali dan honeymoon keliling Praha.
life must go on.
dan walaupun gw udah engga tau maian barbie gw dulu kemana n sempet kangen2 juga.
life must go on.
yahh,
life must go on..
1. Ashton Kutcher demennya sama yg tua2 sexy kayak Demi Moore
BalasHapus2. Barbie lo kayak si Barbie di film Toy Story 3 ga? Yg akhirnya ketemu Ken yg metros abis. Dan gue baru tau kl Barbie ternyata bisa silat
yahelaa,, si ashton emang demen sama demi moore.
BalasHapustapi bukan berarti dia ga ngajak saya keluar untuk makan2 atao heeengg aauuutt gitu kaann? aha.
barbie gw ban item merpati putih. Ken-nya doi itu ala Clark Kent banget. baju kotak2, dada bidang, rambut gondrong. AHA! kayaknya emang tokoh clark kent itu niru si Ken dehh!!!